Universitas Padjadjaran memiliki 14 guru besar baru erdasarkan Surat Keputusan Keputusan Mendikbudristek RI tentang Kenaikan Jabatan Akademik/Fungsional Guru Besar. (Foto: Dadan Triawan)*

[Kanal Media Unpad] Universitas Padjadjaran memiliki 14 guru besar baru berdasarkan Surat Keputusan Keputusan Mendikbudristek RI tentang Kenaikan Jabatan Akademik/Fungsional Guru Besar. SK tersebut secara resmi diserahkan Rektor Unpad Prof. Rina Indiastuti kepada 14 guru besar baru dalam pertemuan yang dilaksanakan di ruang Executive Lounge Gedung Rektorat Unpad, Jatinangor, Selasa (24/1/2023).

Empat belas guru besar tersebut, yaitu Prof. Dr. Drs. Entang Adhymuhtar, M.S; Prof. Dr. Ir. Sudarjat, M.P; Prof. Dr. Winantris, M.S; Prof. Dr. Dra. Erna Maulina, M.Si;  Prof. Dr. dr. Hikmat Permana, Sp.PD(K); Prof. Dr. dr. Arto Yuwono Soeroto, Sp.PD-KP; Prof. Dr. Drs. Harry Suharman Ak, M.A. Ak; Prof. dr. Hendra Gunawan, Sp.KK(K)., Ph.D; Prof. Dr. Yayan Sumekar, S.P., M.P; Prof. Diana Sari, S.E., M.Mgt., Ph.D; Prof. Dr. drg. Amaliya, M.Sc; Prof. Dr. Nursanti Anggriani, S.Si., M.Si; Prof. Dr. Ida Musfiroh, S.Si., M.Si, Apt; dan Prof. Dr. Iyan Sopyan, S.Si., Apt., M.Si,

Secara singkat kepakaran dari tiap-tiap guru besar baru tersebut adalah sebagai berikut:

Prof. Entang Adhymuhtar

Prof. Entang Adhymuhtar diangkat sebagai guru besar bidang ilmu Administrasi Pembangunan Perdesaan pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Prof. Entang memiliki minat terhadap isu tentang masalah perdesaan. 

Ketertarikan tersebut salah satunya disebabkan, pasca-diterbitkannya UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, maka desa tidak lagi dipandang sebelah mata. Isu hilirisasi pembangunan di tingkat nasional ditambah implementasi salah satu poin SDGs, desa menjadi kawasan menarik yang perlu dikaji oleh akademisi.

“Sebagai guru besar, saya (ingin) berkontribusi menyentuh persoalan perdesaan di Indonesia, khususnya di Jawa Barat,” kata Prof. Entang.

Prof. Sudarjat

Prof. Sudarjat diangkat sebagai guru besar bidang Ilmu Hama Tumbuhan pada Fakultas Pertanian. Sejak 2006, ia menaruh perhatian pada kajian hama, khususnya jenis kutu kebul yang saat itu populasinya tengah meningkat. 

Meski kecil, kutu kebul ini bisa merusak tanaman dan terancam gagal panen. Hal ini bisa berdampak pada fluktuasi harga bahan pangan di pasar dan bisa menjadi faktor penyebab inflasi.

Awalnya, Prof. Sudarjat menduga bahwa ledakan populasi kutu kebul disebabkan perubahan iklim dan hilangnya musuh alami hama. Dari penelitian yang dilakukan, ditemukan bahwa ledakan populasi hama bukan karena perubahan iklim, tetapi penggunaan pestisida yang ikut mengurangi populasi musuh alami.

Prof. Winantris

Prof. Winantris diangkat sebagai guru besar bidang Ilmu Palinologi pada Fakultas Teknik Geologi. Kajian ini belum banyak digeluti akademisi geologi di Indonesia. “Palinologi masih sedikit ahlinya. Alhamdulillah, Unpad menjadi salah satu yang melakukan pelayanan palinologi,” ujarnya.

Palinologi menganalisis dan memberikan gambaran kondlsi lingkungannya seperti apa dari batuan-batuan sedimen yang dikaji. Prof. Winantris juga bekerja sama dengan arkeolog untuk menganalisis etnobotani, verifikasi budaya tanam, hingga penggunaan tumbuh-tumbuhan.

“Di bidang geologi, aplikasi palinologi sangat erat dengan eskploasi migas,” lanjut Prof. Winantris.

Prof. Erna Maulina

Prof. Erna Maulina diangkat sebagai guru besar bidang ilmu Strategi Bisnis UMKM pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Prof. Erna banyak aktif dalam program pengembangan UMKM di Pemprov Jabar.

Dari keaktifannya tersebut, Prof. Erna banyak melakukan riset tentang strategi bisnis UMKM. Ini didasarkan, sektor UMKM memiliki jumlah lebih besar dari bisnis skala menengah. Pasarnya sangat mudah dimasuki orang. Tidak heran jika sektor UMKM, khususnya skala mikro, banyak menjadi tumpuan penghidupan bagi masyarakat kecil.

“Untuk menentukan strategi ini tentunya pelaku itu harus mulai mempertahankan diferensiasi produk untuk bersaing dengan yang lain juga untuk membuka pasar yang luas,” kata Prof. Erna.

Prof. Hikmat Permana

Prof. Hikmat Permana diangkat sebagai guru besar bidang ilmu Penyakit Dalam pada Fakultas Kedokteran. Sebagai dokter, Prof. Hikmat merupakan ahli penyakit diabetes. Kepakaran ini kemudian diintegrasikan dengan bidang teknologi informasi.

Sebagai penyakit dengan jumlah penderita yang tinggi, penanganan diabetes secara khusus akan memengaruhi kualitas hidup pasien. Salah satu di antaranya adalah proses rujukan yang tepat. Karena itu, Prof. Hikmat berkontribusi menyiapkan sistem digitalisasi rujukan yang memudahkan pasien mendapatkan rujukan faskes yang tepat sesuai jenis penyakitnya.

“Dengan digitaliasi rujukan inilah yang akan menghemat. Selama ini rujukannya berdasarkan kejenjangan, akibatnya terjadi fragmented pelayanan. Dengan digitalisasi, kalau derajat kesehatannya berat, pasien bisa langsung ke fasilitas kesehatan yang kemampuannya sudah diatur oleh kementerian,” kata Prof. Hikmat.

Prof. Arto Yuwono Soeroto

Prof. Arto Yuwono Soeroto diangkat sebagai guru besar bidang ilmu Penyakit Dalam/Pulmonologi pada Fakultas Kedokteran. Kepakaran Prof. Arto di bidang pulmonologi dan medik kritis pada penyakit tuberkulosis, khususnya mengenai Tb resisten obat.

Prof. Arto melakukan riset mengenai faktor risiko, baik pada Tb resisten obat ataupun Tb sensitif obat, kemudian faktor risiko terkait keterlambatan pengobatan, hingga faktor risiko keberhasilan pengobatan. Selain itu, Prof. Arto juga melakukan riset memperpendek pengobatan Tb.

“Kita buat riset panduan pengobatan Tb yang mestinya sekarang 18 – 24 bulan, kita coba perpendek menjadi enam bulan. Hasilnya menggembirakan, tetapi kita belum selesai,” kata Prof. Arto.

Prof. Harry Suharman

Prof. Harry Suharman diangkat sebagai guru besar bidang ilmu Akuntansi Manajemen dan Sistem Pengendalian Manajemen pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis. 

Dalam kepakaran tersebut, kata Prof. Hary, ada tiga hal yang kerap dibicarakan, yaitu bagaimana menentukan harga pokok, keputusan jangka pendek, dan keputusan jangka panjang.

Penentuan harga pokok merupakan upaya yang penting, apapun usahanya. “Penentuan unit cost ini diharapkan mampu mendapatkan gambaran tepat untuk menentukan langkah-langkah staretgis,” kata Prof. Harry.

Prof. Hendra Gunawan

Prof. Hendra Gunawan diangkat sebagai guru besar bidang ilmu Dermatologi Tropis pada Fakultas Kedokteran. Prof. Hendra banyak menaruh perhatian terhadap penyakit kusta atau lepra. 

Berbagai penelitian dari Unpad sudah dilakukan, mulai dari kajian saintis dasar hingga upaya preventif. “Semuanya untuk menghentikan bagaimana agar pasien kusta di Indonesia tidak terus menular,” kata Prof. Hendra.

Prof. Hendra pun aktif mengampanyekan 3 Zero dalam kusta, yaitu zero transmission, zero dissability, dan zero discrimination. Diharapkan, tidak ada lagi diskriminasi terhadap pasien kusta di Indonesia.

Prof. Yayan Sumekar

Prof. Yayan Sumekar diangkat sebagai guru besar bidang ilmu Persistensi Herbisida pada Fakultas Pertanian. Dalam lima tahun terakhir, Prof. Yayan melakukan riset di bidang persistensi herbisida. 

Herbisida saat ini banyak digunakan untuk membasmi gulma sebagai organisme pengganggu tanaman. Dalam hal ini, Prof. Yayan meneliti sejauh mana resistensi beragam herbisida tersebut dalam tanah.

Prof. Diana Sari

Prof. Diana Sari diangkat sebagai guru besar bidang ilmu Manajemen Pemasaran pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Ketertarikan Prof. Diana pada bidang sustainable marketing, khususnya bagaimana green behavior pada generasi milenial dan gen Z. Menurutnya, apabila generasi tersebut bisa berperilaku green, maka juga bisa berperilaku mencintai lingkungan.

Prof. Diana menemukan, pengetahuan tentang lingkungan tidak berpengaruh langsung kepada keinginan orang untuk melakukan kegiatan green. Dalam Gen Z banyak terpapar kegiatan green, tetapi nyatanya belum mampu mendorong mereka untuk berperilaku green.

“Riset saya yang lain menemukan bahwa komunitas bisa mendorong generasi muda untuk beperilaku green,” kata Prof. Diana.

 Prof. Amaliya

Prof. Amaliya diangkat sebagai guru besar bidang ilmu Periodonsia pada Fakultas Kedokteran Gigi. Ia banyak melakukan riset seputar jaringan yang mendukung kesehatan gigi.

Menurutnya, kesehatan jaringan gigi sangat berpengaruh dengan kesehatan gigi dan mulut secara keseluruhan. Dalam risetnya Prof. Amaliya menemukan bahwa gaya hidup, stres, dan merokok merupakan beberapa faktor yang memengaruhi kesehatan jaringan gigi.

“Banyak hal yang bisa dieksplor dari penelitian tentang jaringan pendukung gigi,” ujar Prof. Amaliya.

Prof. Nursanti Anggriani

Prof. Nursanti Anggriani diangkat sebagai guru besar bidang ilmu Matematika Terapan pada Fakultas MIPA. Ia banyak melakukan riset di bidang matematika epidemiologi, khususnya mengkaji fenomena penyebaran penyakit melalui matematika.

“Kami bisa memprediksi kira-kira apa yang akan terjadi dalam jangka waktu yang akan datang dan bagaimana cara kurangi penyebaran tersebut,” kata Prof. Nursanti.

Awalnya, kajian mengenai matematika epidemiologi kurang begitu populer. Prof. Nursanti dan tim mencoba meyakinkan bahwa matematika bisa berkontribusi menyelesaikan masalah, salah satunya di bidang kesehatan. Saat pandemi Covid-19, kajian ini kemudian menjadi berperan penting dalam memprediksi penyebaran Covid-19.

Prof. Ida Musfiroh

Prof. Ida Musfiroh diangkat sebagai guru besar bidang ilmu Analis Farmasi dan Kimia Medisinal pada Fakultas Farmasi. Ia berfokus pada pengembangan tanaman pegagan sebagai salah satu potensi antiinflamasi.

Saat ini, obat antiinflamasi atau peradangan memiliki efek samping. Karena itu, Prof. Ida mencoba mencari sumber sediaan baru melalui teknik komputasi. Teknik ini bisa memangkas waktu mendapatkan obat menjadi lebih cepat, dari semula 10-15 tahun menjadi 5-7 tahun.

“Diharapkan mampu mengurangi efek samping pada obat-obat yang beredar di pasaran untuk mengobati inflamasi,” kata Prof. Ida.

Prof. Iyan Sopyan

Prof. Iyan Sopyan diangkat sebagai guru besar bidang ilmu Farmasetika dan Teknologi Farmasi pada Fakultas Farmasi. Riset yang dilakukan Prof. Iyan adalah mengembangkan rekayasa kristalisasi kepadatan farmasi. 

Ada beberapa keuntungan dari metode rekayasa ini. Salah satunya adalah meningkatkan klasifikasi obat kelas 2 hingga 4 yang notabene keras ke kelas 1, sehingga bisa mengurangi efek samping.

“Metode ini sangat menguntungkan terutama untuk obat-obat yang dikonsumsi terus menerus,” kata Prof. Iyan.*

Share this: