Dr. agr. Ir. Asep Anang, M.Phil, “Sapi Pasundan, Ayam Sentul, dan Itik Rambon Miliki Keunggulan untuk Jadi Komoditas Eksklusif”

[Unpad.ac.id, 23/05/2016] Jawa Barat ternyata punya jenis ternak lokal yang memiliki karakteristik khusus dan beda dengan yang ditemukan di wilayah lain. Dari sekian banyak jenis, ada tiga jenis ternak yang saat ini memiliki potensi untuk dikembangkan, yaitu Sapi Pasundan, Ayam Sentul, dan Itik Rambon. Tiga jenis ternak ini telah ditetapkan Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan, pada tanggal 19 Mei 2016, untuk dikembangkan lebih luas.

Dr. agr. Ir. Asep Anang, M.Phil (Foto oleh: Tedi Yusup)*
Dr. agr. Ir. Asep Anang, M.Phil (Foto oleh: Tedi Yusup)*

Dibalik keunikan dan potensinya, tiga jenis ternak tersebut harus siap bersaing dengan ternak lainnya. Hal inilah yang menjadi perhatian dari Dosen Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Dr.agr. Ir. Asep Anang, M.Phil., bersama tim lainnya untuk meneliti Sapi Pasundan dan pada tahun 2014 Sapi Pasundan telah ditetapkan menjadi sapi lokal khas Jawa Barat berdasarkan SK Kementan No. 1051/Kpts/SR.120/10/2014.

Untuk Sapi Pasundan, Dr. Asep melakukan penelitian kerja sama antara Fapet Unpad dengan Dinas Peternakan Jawa Barat. Penelitian awal yang dilakukan berupa pemetaan terkait Sapi Pasundan. Sapi ini, kata Dr. Asep, memiliki karakteristik berbeda dengan jenis Sapi Eropa maupun Sapi India. Secara struktur, Sapi Pasundan memiliki kemiripan dengan hewan Banteng.

“Kami kemudian menelusuri, melakukan uji fenotipik dan uji DNA,  dan ternyata beda dengan sapi Eropa atau India. Kami juga melakukan perbandingan dengan sapi-sapi lokal lain di Indonesia, misalnya Bali, Madura, dan Brebes. Kami katakan, ini sapi lain, bahwa ini domestikasi dari banteng yang dikembangkan di Jabar,” jelas Dr. Asep saat ditemui Humas Unpad, beberapa waktu lalu.

Keberadaan Sapi Pasundan banyak tersebar di beberapa wilayah, terutama di kawasan pesisir selatan Jawa Barat. Sapi ini merupakan jenis yang belum dilakukan ongolisasi, atau proses perkawinan silang antara sapi lokal dengan sapi India atau Eropa, pada masa kolonial Belanda.

Dr. Asep mengatakan, Sapi Pasundan memiliki beragam keunggulan dari sapi lainnya, diantaranya memiliki daya tahan yang lebih kuat, tidak memerlukan pakan yang bagus, serta mudah pemeliharaannya. Selain itu, jumlah karkas (daging) jauh lebih banyak dibandingkan jenis sapi lainnya.

Melihat dari potensinya, Sapi Pasundan bisa dikembangkan guna mengurangi impor sapi. Namun, keunggulan ini rupanya belum bisa membuat Sapi Pasundan mampu bersaing. Dr. Asep menjelaskan, ukuran tubuh Sapi Pasundan yang lebih kecil dibandingkan Sapi Eropa menjadi salah satu penentu sulitnya bersaing. Untuk itu, ia berharap Sapi Pasundan diarahkan pada segmen pasar khusus.

“Dilihat dari kualitas dagingnya saya berharap kalau promosinya bagus, ada segmen pasar khusus sehingga sapi ini bisa menjadi seperti Sapi Wagyu di Jepang,” kata dosen kelahiran Bandung, 16 April 1963 tersebut, yang pernah mendapatkan penghargaan dua tahun berturut-turut untuk karya ilmiah terbaik ke-1 bidang eksakta tahun 2001 dan 2002, dan dosen prestasi ke-1 tingkat Universitas Padjadjaran tahun 2002.

Sementara penelitian terkait Ayam Sentul, Dr. Asep dan tim berhasil melakukan pemurnian terhadap ayam khas Ciamis tersebut. Pemurnian didasarkan atas hampir punahnya ras Ayam Sentul akibat banyaknya proses perkawinan dengan jenis ayam lainnya.

Dr. Asep menjelaskan, Ayam Sentul sendiri memiliki bentuk yang tidak terlalu besar dibandingkan ayam lainnya, sehingga kebanyakan proses perkawinan dilakukan oleh para peternak untuk meningkatkan bobot ayam.

Padahal, Ayam Sentul punya keunggulan jika dibandingkan jenis ayam lainnya. Sama seperti Sapi Pasundan, Ayam Sentul juga memiliki daya tahan yang lebih kuat, tidak memerlukan pakan yang bagus, serta mudah pemeliharaannya. “Dengan kualitas pakan yang tidak terlalu bagus, Ayam Sentul sudah bisa menunjukkan performa baik,” imbuhnya.

Adapun proses pemurnian yang dilakukan Dr. Asep dan tim bertujuan untuk menghasilkan Ayam Sentul yang benar-benar murni agar terhindar dari kepunahan. “Sampai sekarang, proses pengujian pemurnian Ayam Sentul sudah 95%. Kita sudah bekerja sama dengan Dinas Peternakan Jabar untuk mengembalikan ras Ayam Sentul serta meningkatkan populasinya,” kata dosen lulusan Program Doktor di Martin Luther Universität Jerman.

Proses pemurnian juga tidak hanya dilakukan untuk Ayam Sentul tetapi juga pada Itik Rambon, itik asli Jawa Barat yang berasal dari daerah Cirebon. Proses perkawinan yang tidak terarah dengan ras itik lainnya, lambat laun akan memunahkan Itik Rambon.

Berangkat dari ketiga penelitian yang dilakukan Dr. Asep dan tim, pemerintah sepakat bersama-sama dengan pemangku kepentingan untuk mengembangkan tiga jenis ternak asli Jawa Barat tersebut. Dr. Asep mengatakan, pengembangan yang dilakukan seharusnya bukan lagi pada riset akademik, melainkan riset yang berbasis produk.

“Produk sudah ada, tinggal kita memperbaiki supaya sesuai dengan yang kita inginkan. Riset akan terfokus pada peningkatan kualitas produk,” kata Dr. Asep.

Dosen yang berkutat pada bidang genetika ini mengatakan, ada keinginan berbagai riset terkait Sapi Pasundan, Ayam Sentul, dan Itik Rambon mengarah kepada produk organik (healthy food). Sapi Pasundan misalnya, masih sulit untuk bisa bersaing dengan sapi pedaging impor, maka harus ada segmen pasar tertentu yang menjadikan Sapi Pasundan menjadi komoditi yang eksklusif.

Melalui kerja sama dengan para pemangku kepentingan, tiga sumber daya genetika asli Jabar ini dapat diintroduksikan lebih dekat kepada masyarakat. Diharapkan, dengan adanya slogan “healthy food”, masyarakat akan dapat menerima dan tertarik untuk mengonsumsinya. Di sisi lain, pengembangan ini juga akan meningkatkan swasembada daging dan menekan impor daging di Jawa Barat.*

Laporan oleh: Arief Maulana/ eh

Share this: