Prof. Armida S. Alisjahbana, “Koordinasi SDGs di Indonesia Masih Kurang Cepat”

[Unpad.ac.id, 14/03/2016] Biro Ekonomi dan Sosial Organisasi Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) atau The United Nations Economic and Social Council (ECOSOC) pada Februari lalu menetapkan Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran, Prof. Dr. Armida S. Alisjahbana, SE., MA., menjadi salah satu Tim Independen Advisor PBB.

Prof. Armida S. Alisjahbana (Foto oleh: Tedi Yusup)
Prof. Dr. Armida S. Alisjahbana, SE., MA (Foto oleh: Tedi Yusup)

Pembentukan tim independen ini guna memberikan rekomendasi restrukturisasi PBB dalam mendukung agenda pelaksanaan SDGs yang sudah disepakati berbagai negara di dunia pada September 2015 lalu. Mengingat implementasi SDGs ini terbilang ambisius dan holistik, maka restrukturisasi PBB sebagai organisasi mutlak dunia penting dilakukan.

Menurut Prof. Armida, restrukturisasi dilakukan untuk memperbarui fungsi dan struktur organisasi PBB. Sejak didirikan pada 1945, struktur kelembagaan PBB dinilai sudah tidak keruan, karena banyaknya proses “tambal sulam” selama proses perjalanannya. Para negara anggota dan pakar di dunia sepakat menilai, kondisi keorganisasian PBB saat ini tidak akan bisa mendukung pelaksanaan SDGs.

Tim independen ini, kata Prof. Armida, terdiri dari mantan presiden, mantan orang pemerintahan, mantan menteri, akademisi, hingga perwakilan dari Civil Society Organization (CSO). Ada enam rekomendasi yang diberikan tim independen dalam upaya restrukturisasi PBB.

“Enam rekomendasi tersebut mencakup fungsi (peran PBB), pendanaan (funding), keorganisasian, governance, impact (dampak dari pencapaian SDGS), serta partnership,” ujar Mantan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional RI/Kepala Bappenas 2009-2014 saat diwawancarai Humas Unpad.

Tim independen yang dipimpin co-chairs Juan Somavia dari Chili dan Klaus Töpfer dari Jerman ini akan terlibat dalam proses konsultasi untuk memastikan usulan berbagai pertimbangan dan perspektif dari semua pemangku kepentingan. Ini akan mencakup berbagasi diskusi dengan negara Anggota PBB, badan PBB, biro dari badan yang mengatur, perwakilan masyarakat sipil, sektor swasta, dan pemangku kepentingan non-pemerintah lainnya.

Prof. Armida juga akan membawa perspektif sewaktu menjabat sebagai Kepala Bappenas dalam tim tersebut. Menurutnya, Indonesia yang saat ini beranjak sebagai middle income countries memiliki kerja sama pembangunan yang maju. Semuanya sudah terkoordinasi dengan baik dan memiliki payung kerja sama.

“Kerja sama itu sudah mengacu kepada RPJMN, dan kita (Bappenas) pada waktu itu sudah membuat agenda kerja samanya. Sementara tidak semua negara seperti itu,” ujar Prof. Armida.

Dengan adanya rekomendasi dari tim independen advisor, PBB dapat lebih berperan aktif dalam mendukung pelaksanaan SDGs melalui tata kelola kelembagaan yang lebih sesuai. Dengan demikian, impelementasi SDGs di seluruh negara juga dapat lebih cepat dilakukan. Indonesia sendiri, menurut Prof. Armida, harus dapat menerapkan SDGs dengan cepat.

“Menurut saya saat koordinasi SDGs di Indonesia masih kurang cepat. Harus lebih lagi kalau mau berhasil,” ujarnya.

Agenda implementasi Sustainable Development Goals (SDGs) sendiri terdiri atas 17 gol dan 169 target. Menyasar pada pengembangkan pilar ekonomi, sosial, governance, dan lingkungan, Prof. Armida menjelaskan, implementasi SDGs ini harus dilakukan dalam satu kesatuan.

Lebih lanjut Prof. Armida menjelaskan, pengentasan masalah kemiskinan, sumber daya manusia, dan pembangunan berkelanjutan merupakan agenda utama yang harus dilaksanakan oleh seluruh negara.

“Tiga aspek ini seringkali diabaikan, untuk itu harus dilakukan perubahan segera,” ujar Guru Besar kelahiran Bandung, 16 Agustus 1960 tersebut.

humas unpad 2013_11_14 076662_Armida ARIEFTiga aspek tersebut memerlukan kerja sama dari berbagai pihak, termasuk diantaranya akademisi. Untuk itu, atas dorongan kuat dari universitas, Prof. Armida bersama Arief Anshory Yusuf, M.Sc., PhD., (Dosen FEB) dan Dr. Zuzy Anna, M.Si., (Dosen FPIK),tengah menginisiasi untuk membuat Pusat Kajian SDGs (SDGs Center) di Unpad. Pusat kajian ini nantinya akan ikut berkontribusi dalam mendukung penerapan SDGs di Indonesia melalui kajian akademik.

“Perguruan tinggi itu kunci, jangan pernah berpikiran bahwa pemerintah itu bisa melakukan semua,” kata Prof. Armida.

Agenda awal yang akan dilakukan pusat kajian ini adalah membuat membuat base line dari 169 indikator program SDGs secara akademis. Base line ini nantinya akan dipakai bagi akademisi Unpad untuk melakukan riset terkait SDGs. Ia berharap, akademisi dari berbagai disiplin ilmu dapat berkontribusi melakukan riset terkait SDGs.

Selain itu, agenda berikutnya ialah menentukan ciri khas dari pusat kajian SDGs Unpad. “Yang pasti, kita akan fokus di poverty dan green accounting dengan dibantu oleh teman-teman dari berbagai disiplin ilmu di Unpad. Mudah-mudahan dalam 2-3 bulan ke depan SDGs Center akan di-launching,” kata Prof. Armida.*

Laporan oleh: Arief Maulana / eh

Share this: