Isu Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia Masih Sebatas Retorika

Suasana Diskusi Terbatas Kompas-Unpad bertema "Tantangan Implementasi Gagasan Pembangunan Berkelanjutan dalam Perspektif Nasional & Daerah"di Ruang Rapat Redaksi Gedung Kompas Gramedia, Jakarta, Selasa (29/09). (Foto oleh: Dadan T.)*

[Unpad.ac.id, 29/09/2015] Pemerintah berkomitmen mendukung pengembangan Sustainable Development Goals (SDGs), dan komitmen itu antara lain diwujudkan melalui program dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang disusun oleh Bappenas. Namun, implementasinya masih belum terjadi di lapangan.

Suasana Diskusi Terbatas Kompas-Unpad bertema "Tantangan Implementasi Gagasan Pembangunan Berkelanjutan dalam Perspektif Nasional & Daerah"di Ruang Rapat Redaksi Gedung Kompas Gramedia, Jakarta, Selasa (29/09). (Foto oleh: Dadan T.)*
Suasana Diskusi Terbatas Kompas-Unpad bertema “Tantangan Implementasi Gagasan Pembangunan Berkelanjutan dalam Perspektif Nasional & Daerah”di Ruang Rapat Redaksi Gedung Kompas Gramedia, Jakarta, Selasa (29/09). (Foto oleh: Dadan T.)*

Guru besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unpad, Prof. Oekan S. Abdoellah, M.A., PhD mengatakan, isu pembangunan berkelanjutan sudah dicanangkan pemerintah Indonesia sejak tahun 1987. Hingga saat ini, isu tersebut masih sebatas wacana dan retorika.

“Kalau kita bicara mainstreaming sustainable development, itu sudah ada di RPJMN. Tapi faktanya tidak semakin membaik. Kerusakan lingkungan malah semakin memburuk,” ujar Prof. Oekan dan Diskusi Terbatas Kompas-Unpad “Tantangan Implementasi Gagasan Pembangunan Berkelanjutan dalam Perspektif Nasional & Daerah”di Ruang Rapat Redaksi Gedung Kompas Gramedia, Jakarta, Selasa (29/09).

Selain Prof. Oekan, diskusi yang digelar atas kerja sama Kompas dengan Unpad ini menghadirkan pembicara Prof. Armida S. Alisjahbana, SE., MA., PhD., Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unpad, Mantan Kepala Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan Indonesia Kuntoro Mangkusubroto, perwakilan Bappenas, Endah Murniningtyas, dan pengamat Agung Pambudhi. Turut hadir Rektor Unpad, Prof. Dr. med. Tri Hanggono Achmad, dr., beserta perwakilan pimpinan Unpad, Pemred Harian Kompas Rikard Bagun, serta Wapemred Harian Kompas, Ninuk M. Pambudy.

IMG-20150929-WA0001IMG-20150929-WA0002Menurut Prof. Oekan, ada beberapa masalah yang menjadi penyebab belum terimplementasinya pembangunan berkelanjutan di Indonesia. Komitmen politik pemerintah menurutnya belum sepenuhnya memahami mengenai pola pembangunan berkelanjutan.

“Komitmen politik kita masih parsial karena adanya desentralisasi sehingga setiap daerah berjalan sendiri-sendiri. Seharusnya harus bisa terintegrasi,” kata Prof. Oekan.

Beberapa pemimpin daerah, menurut Prof. Oekan, dinilai belum mampu mengimplementasikan pembangunan berkelanjutan sesuai dengan RPJMN. Hal ini terlihat dari banyaknya aktivitas perusakan lingkungan yang tujuannya semata untuk meningkatkan pendapatan ekonomi daerahnya.

Lebih lanjut Prof. Oekan menuturkan, ekonomi Indonesia saat ini masih mengandalkan di sektor Sumber Daya Alam. Eksploitasi SDA saat ini dinilai terlalu ekstraktif, seolah-olah sektor ini merupakan kekayaan alam yang tidak akan habis.

“Kita ini negara parasit, hanya bergantung sektor SDA yang dimiliki. Sementara fungsi ekologis yang ada pada SDA ini tidak pernah diperhitungkan,” kata Prof. Oekan.

Sementara itu, Kuntoro menyebut ketidaksiapan Indonesia terkait Pembangunan Berkelanjutan ialah belum diutamakannya sektor lingkungan dalam pilar pembangunan. Menurutnya, dari 3 pilar pembangunan, sektor lingkungan menjadi paling akhir yang difokuskan di samping sektor Ekonomi dan Sosial.

“Hal inilah yang harus dihancurkan,” kata Kuntoro.

Terkait definisi lingkungan, Kuntoro mengatakan, masih terlalu diromantiskan. Lingkungan saat ini didefinisikan hanya di sektor hutan, pantai, dan sungai, seperti yang telah dicanangkan pemerintah pada 40 tahun yang lalu. Padahal, saat ini definisi lingkungan bukan hanya sebatas hutan, sungai, dan pantai saja, melainkan segala sesuatu yang mendukung kehidupan kita. Sehingga, kata Kuntoro, pemerintah saat ini masih bergantung pada parameter ekonomi ketimbang lingkungan. “Kalau parameter kita masih seperti pada tahun 1970an, maka kita tidak akan pernah siap,” jelasnya.

Untuk itu, pembangunan berkelanjutan membutuhkan komitmen yang kuat dari berbagai pihak. Hal tersebut diungkapkan oleh Prof. Armida. Menurutnya, pembangunan berkelanjutan bukan hanya menjadi komitmen nasional, tapi juga menjadi komitmen internasional.

“Agenda SDGs di Indonesia membutuhkan komitmen dan political will yang kuat,” kata Prof. Armida.

Mantan Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas 2009-2014 ini mengatakan, gol utama dari pembangunan berkelanjutan harus dapat diterjemahkan ke dalam target yang nyata. Sinergi kolaborasi antara pemerintah pusat, provinsi, hingga kabupaten dan kota sangat penting dilakukan.  Terkait solusi yang ditawarkan, Prof. Oekan juga menilai komitmen politik pemerintah terkait pembangunan harus mengimplementasikan pembangunan berkelanjutan.

“Indikator keberhasilan pembangunan Indonedia tidak lagi bergantung pada sektor ekonomi. Kira harus bisa meyakinkan pemegang kekuasan. Implementasi pembangunan berkelanjutan adalah cara terbaik untuk mencapai pemerataan kesejahteraan,” pungkas Prof. Oekan.

Senada dengan para pembicara, Rektor juga menilai implementasi pembangunan berkelanjutan harus segera dilaksanakan.

“Bukan hanya strategi tapi harus dijalankan secara betul-betul. Environment itu kompleks, dimana manusia juga termasuk di dalamnya,” kata Rektor.*

Laporan oleh: Arief Maulana / eh

Share this: