Gending Karesmen "Ceurik Oma" karya RH Yana Sunarya dipentaskan dengan sutradara Prof. Ganjar Kurnia di Grha Sanusi Hardjadinata Unpad, Jln. Dipati Ukur 35 Bandung, Rabu (14/12). (Foto oleh: Dadan T.)*

Unpad.ac.id, 14/12/2016] Guru Besar yang juga Rektor ke-10 Universitas Padjadjaran, Prof. Ganjar Kurnia, menyutradarai pertunjukan Gending Karesmen “Ceurik Oma” karya RH. Yana Sunarya. Pertunjukan tersebut dipentaskan di Grha Sanusi Hardjadinata Unpad, Jalan Dipati Ukur No. 35, Bandung, Rabu (14/12).

Gending Karesmen "Ceurik Oma" karya RH Yana Sunarya dipentaskan dengan sutradara Prof. Ganjar Kurnia di Grha Sanusi Hardjadinata Unpad, Jln. Dipati Ukur 35 Bandung, Rabu (14/12). (Foto oleh: Dadan T.)*
Gending Karesmen “Ceurik Oma” karya RH Yana Sunarya dipentaskan dengan sutradara Prof. Ganjar Kurnia di Grha Sanusi Hardjadinata Unpad, Jln. Dipati Ukur 35 Bandung, Rabu (14/12). (Foto oleh: Dadan T.)*

Lakon Ceurik Oma dipentaskan melalui jenis gending karesmen, yaitu drama yang dialognya ditembangkan dengan gaya Cianjuran oleh para pemainnya sambil diiringi alunan petikan kecapi dan suling. Pertunjukan ini diproduksi oleh tim Rumawat, Disparbud Jawa Barat, Unpad, Korps Alumni Daya Mahasiswa Sunda, serta beberapa organisasi kebudayaan di Jawa Barat.

Secara singkat, lakon Ceurik Oma bercerita tentang kisah hidup Nyi Rd. Oma saat menjadi istri seorang Bupati suatu wilayah di Keresidenan Sunda. Suatu hari, dalam keadaan getir orang tua sang Bupati memaksa anaknya untuk menceraikan Oma karena dianggap bukan berasal dari keturunan ningrat. Dengan terpaksa, Oma pun pergi menyendiri meninggalkan segalanya.

Takdir berkata lain, Oma kemudian menikah lagi dengan seorang pria yang kelak akan menjadi Bupati. Takdisangka, mantan suami Oma justru turun jabatan menjadi patih dari Bupati yang notabene suami Oma.

Prof. Ganjar menilai, lakon yang ditulis pada medio 1900-an ini sampai sekarang masih relevan dengan kondisi zaman saat ini. “Kalau kita lihat drama-drama di televisi saat ini, kita bisa lihat bagaimana urusan mertua macam-macam sekali. Dan itu masih terjadi saat ini,” ujarnya.

Foto-foto oleh: Dadan T. dan Tedi Yusup (Humas Unpad)

Oleh karena itu, pertunjukan ini diharapkan menjadi cerminan terutama kepada para penontonnya. Prof. Ganjar berharap, lakon ini bukan hanya diapresiasi oleh para penonton tetapi dapat dipetik maknanya.

“Tontonan (ini) semoga dapat jadi tuntunan. Mudah-mudahan kita semua sudah meninggalkan hal-hal seperti itu,” kata Prof. Ganjar.

Yang menarik dari pementasan ini ialah hampir sebagian besar pemainnya berusia muda. Bahkan, lanjut Prof. Ganjar, ada pemain yang masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama. Meski begitu, kualitas pemain terbilang sangat baik. Tembang Cianjuran fasih dilantunkan oleh para pemain.

“Total kita latihan hanya tiga hari. Lakon ini kan perannya peran-peran mereka. Kalau latihan mereka sering bercelana jeans sobek, tidak akan ada yang menyangka kalau mereka adalah juru tembang,” ujar Prof. Ganjar.

Pementasan ini dihadiri oleh civitas academica dan masyarakat umum. Turut hadir beberapa dosen, guru besar, dan kolega Universitas Padjadjaran.*

Laporan oleh Arief Maulana / eh

Share this: