Dian Masyita, SE.MT., PhD, “Konsep Ekonomi dan Keuangan Islam Menjadi Alternatif di tengah Krisis Ekonomi Global Saat Ini”

[Unpad.ac.id, 24/04/2014] Krisis moneter yang terjadi pada tahun 1998 lalu memberi dampak yang sangat mengejutkan bagi bangsa Indonesia. Kondisi ekonomi yang awalnya kuat harus terhempas hingga menimbulkan kejatuhan di berbagai bidang usaha. Akan tetapi krisis moneter ini justru memberi hikmah tersendiri bagi Dian Masyita, SE.MT, Ph.D, untuk meneliti lebih jauh tentang potensi pengelolaan keuangan berbasis Islam atau syariah. Kondisi saat itu menimbulkan pertanyaan di benak Dian, “Apa jawaban Islam atas masalah itu?”

Dian Masyita, SE.MT, Ph.D, saat menjadi pembicara di "8th International Conference of Islamic Economics, Banking and Finance"di Doha, Qatar, akhir tahun 2012 lalu. *
Dian Masyita, SE.MT, Ph.D, saat menjadi pembicara di “8th
International Conference of Islamic Economics, Banking and Finance”di
Doha, Qatar, akhir tahun 2012 lalu. *

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, dosen Manajemen dan Bisnis Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Unpad ini mulai mempelajarinya lebih lanjut kala menempuh pendidikan S-2 di Manajemen Industri ITB. Hingga pada suatu hari, Prof. Abdul Mannan dari Bangladesh memberikan kuliah di kelasnya mengenai konsep cash waqf yang digagasnya. “Bagi saya yang orang keuangan, cash waqf itu sama dengan endowment funds  (dana abadi), portofolio investasi,” jelas perempuan kelahiran Bukittinggi, 28 Juli 1975 tersebut.

Oleh karena itu, untuk tesisnya, Dian kemudian mensimulasikan konsep sertifikat wakaf tunai ini dengan menggunakan metodologi system dynamics di Indonesia. Disebutkan dalam tesisnya, model penelitian ini menyajikan mekanisme penerapan produk sertifikat wakaf tunai sebagai alat untuk mengentaskan kemiskinan di Indonesia dengan dua cara, yaitu pemberian modal bagi rakyat miskin melalui kredit mikro dan pemberian bantuan berupa dana yang diperoleh dari keuntungan pengelolaan wakaf tunai kepada rakyat miskin untuk meningkatkan kualitas hidupnya.

Penelitiannya ini kemudian membuka jalan bagi Dian untuk berbicara di berbagai forum yang membahas mengenai system dynamics dan keuangan Islam. Khusus mengenai system dynamics ini, Dian pernah mempresentasikan hasil penelitiannya dalam forum “The 23rd International Conference of The System Dynamics Society” yang diselenggarakan oleh Sloan School of Management, MIT, Amerika Serikat pada tahun 2005 lalu. “Saat itu menjadi turning point saya, dan saya semakin semangat untuk mendalami Islamic Finance ini,” kenang Dian yang saat ini menjabat sebagai Wakil Dekan II FEB Unpad.

Semangat inilah yang membawa Dian untuk melanjutkan sekolah ke Durham University, Inggris untuk mengambil Islamic Finance. Dari sinilah Dian semakin melebarkan jaringannya dengan para peneliti dan praktisi Islamic Finance khususnya di Eropa dan Timur Tengah dalam berbagai forum ilmiah. Sedangkan di dalam negeri, ketekunannya meneliti wakaf, menjadikan Dian sebagai salah satu anggota pengurus Badan Wakaf Indonesia periode 2007-2010 yang membidangi Bidang Penelitian dan Pengembangan.

“Saya percaya Islam itu rahmatan lil ’alamin, agama yang memberi kebaikan untuk semua.  Bagi muslim, diajarkan bahwa uang itu hanya alat, harta  itu titipan Allah dan rejeki itu Allah yang menentukan. Oleh karena itu cara kita bermuamallah dalam ekonomi harus porporsional,” tegasnya.

Terkait hal itu, ia menyampaikan bahwa dengan maraknya perilaku hedonisme saat ini, banyak orang lupa dengan konsep yang diajarkan agama tersebut. Masyarakat Indonesia dan dunia pada umumnya, dianggap Dian sudah cenderung kebablasan dalam membelanjakan uangnya, sudah tidak rasional lagi dan cenderung serakah.

“ Orang itu cenderung serakah karena tidak tahu apa yang akan terjadi di masa datang. Karena takut, manusia mempersiapkan segala hal sejak awal, mengumpulkan uang sebanyak mungkin. Jadi takut ini, takut itu. Dia tidak percaya janji Allah,” tutur Dian.

Manusia, lanjut Dian, selalu digoda oleh setan akan salah dan dosa. Serakah salah satunya. Manusia itu punya nafsu dan kita pelajari itu. Hanya saja, Islam punya rambu-rambu.

Lebih lanjut Dian memaparkan bahwa dengan adanya sifat serakah tersebut, di dalam Al Quran terdapat ketentuan mengenai alokasi pembagian zakat dan waris. Karena kecenderungan manusia berlaku serakah tersebut, hal ini menjadi sangat penting karena saat membagi ini lah yang sering menjadi masalah. Oleh karena itu diperlukan pengaturan lebih detail untuk mendapatkan keadilan.

Selain itu, perilaku serakah ini juga ditampakkan dalam urusan riba (bunga). Kecenderungan saat ini, orang berlomba-lomba mengharapkan riba, untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Padahal riba ini justru cenderung merugikan.

Menanggapi kondisi perekonomian saat ini, Dian mengatakan bahwa peraih nobel ekonomi tahun 1988, Prof. Maurice Allais pun pernah mengingatkan kepada dunia dalam salah satu penelitannya. Disebutkan bahwa uang yang beredar di sektor keuangan ini, hanya sedikit yang menetes di sektor riil. Kebanyakan uang beredar di sektor keuangan seperti valas dan spekulasi. Kondisi ini tentu saja menyebabkan ekonomi menjadi tidak sehat.

Seharusnya bagi orang yang memiliki uang yang banyak, mereka lebih baik membangun usaha, membuka lapangan pekerjaan sehingga membawa kemaslahatan bagi banyak orang. Bukan malah menggunakannya untuk semakin memperkaya diri sendiri bahkan dengan menggunakan jalan yang salah.

Untuk menjawab kondisi tersebut, Dian menjelaskan bahwa sebagai muslim harus mengajarkan konsep keuangan Islam ini secara benar kepada anak-anak. Sejak dini mereka dikenalkan mengenai konsep uang, definisi uang dan cara membelanjakannya yang benar. Pemberdayaan potensi ekonomi masyarakat sejak dini pun turut diperhatikan, misalnya dengan rajin memberi sedekah dan membantu kepada sesama. *

Laporan oleh: Marlia/ eh*

Share this: