Lima Guru Besar FK Unpad Sampaikan Gagasannya untuk Perkembangan Kedokteran Modern

Tiga dari lima guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran yang dikukuhkan pada Upacara Pengukuhan dan Orasi Ilmiah Jabatan Guru Besar yang digelar di Grha Sanusi Hardjadinata Unpad Kampus Iwa Koesoemasoemantri, Bandung, Rabu (25/10/2023). (Foto: Dadan Triawan)*

[Kanal Media Unpad] Lima guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran menyampaikan orasi ilmiah pada Upacara Pengukuhan dan Orasi Ilmiah Jabatan Guru Besar yang digelar di Grha Sanusi Hardjadinata Unpad Kampus Iwa Koesoemasoemantri, Bandung, Rabu (25/10/2023).

Lima guru besar FK Unpad tersebut, yaitu Prof. Dr. Rudi Supriyadi, dr., M.Kes., Sp.PD-KGH., Prof. Dr. Januar Wibawa Martha, dr., Sp.PD., Sp.JP., M.H.A., Prof. dr. Nur Atik, M.Kes., PhD, Prof. Dr.med. Setiawan, dr., dan Prof. Dr. Yoni Fuadah Syukriani, dr., Sp.FM.Subsp.SBM(K), M.Si., DFM. Penyampaian orasi ilmiah tersebut dibagi ke dalam dua sesi.

Prof. Rudi Supriyadi

Prof. Rudi Supriyadi membacakan orasi ilmiah berjudul “Pemberian Antioksidan Endogen untuk Menekan Kondisi Inflamasi dan Stres Oksidatif: Sebuah Harapan Baru dalam Menghambat Progresivitas dan Komplikasi Penyakit Ginjal Kronik”. Prof. Rudi diangkat sebagai guru besar bidang Ilmu Penyakit Dalam-Ginjal Hipertensi.

Dalam orasinya Prof. Rudi menyampaikan bahwa angka prevalensi penyakit ginjal kronik masih sangat tinggi. penyakit ginjal kronik merupakan penyakit ginjal yang progresif, non reversible dan akan terus memburuk sepanjang waktu, serta belum ada terapi yang signifikan untuk menunda progresivitas tersebut meskipun berbagai terapi standar berdasarkan guidelines telah dipenuhi. 

“Progresivitas penyakit ginjal kronik dipengaruhi oleh kondisi inflamasi dan stres oksidatif yang berlangsung terus menerus yang akan merusak komponen ginjal. Komplikasi pada PGK terutama penyakit kardiovaskuler juga didasari oleh kondisi inflamasi dan stres oksidatif yang berlangsung kronik,” kata Prof. Rudi.

Prof. Rudi melihat bahwa untuk menekan progresivitas serta komplikasi ginjal kronik bisa dilakukan dengan pemberian antioksiden endogen. Namun, penelitian mengenai antioksidan endogen untuk menekan progresivitas serta komplikasi PGK belum banyak dilakukan di dunia.

“Penelitian pertama pemberian antioksidan endogen enzimatik dengan SOD dilakukan pertama kali di Bandung dengan memberikan harapan yang baik dalam menekan inflamasi pada penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis (PGK-5D) sehingga progresivitas dapat dihambat,” ujarnya.

Prof. Januar Wibawa Martha

Prof. Januar Wibawa Martha membacakan orasi berjudul “Penyakit Arteri Koroner: Perkembangan Pemahaman, Faktor Risiko, dan Penanganan Intervensional Sekarang serta Tantangan di Masa Depan”. Prof. Januar diangkat sebagai guru besar bidang Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler.

Prof. Januar menyampaikan, angka prevalensi morbiditas dan mortalitas akibat penyakit arteri koroner masih tinggi. Pemahaman mengenai penyakit arteri koroner, baik akut maupun kronis, telah melalui perjalanan yang cukup panjang. 

Hal yang sama juga terlihat pada penanganan penyakit arteri koroner tersebut, baik medikal maupun intervensional. Prof. Januar mengatakan, perkembangan yang pesat terjadi dalam 2 dekade terakhir, yang mencakup aspek imaging intrakoroner, peran imaging non invasif dalam memandu terapi, dan penemuan serta penggunaan stent dan atau balon generasi terbaru.  

“Di masa depan penggunaan teknologi maju seperti  artificial intelligence, nanoteknologi, sel punca dan robotic diperkirakan akan menambah khazanah terapi penyakit arteri koroner,” ujarnya.

Prof. Nur Atik

Prof. Atik menyampaikan orasi ilmiah berjudul “Perubahan Paradigma Riset Ilmu Kedokteran Dasar dalam Penyelesaian Masalah Kesehatan”. Prof. Atik diangkat sebagai guru besar bidang Ilmu Kedokteran Dasar.

Dalam orasinya Prof. Atik menyampaikan bahwa riset dasar di bidang kedokteran memiliki peran penting dalam memahami patomekanisme penyakit, etiologi, dan pengembangan terapi. Hal ini membantu dalam menemukan cara preventif dan kuratif untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas penyakit.

“Paradigma riset pada bidang kesehatan termasuk pada bidang ilmu kedokteran dasar tidak dapat dilakukan dengan cara monodisiplin, sehingga multidisiplin menjadi sangat esensial,” ujarnya.

Meski masih terdapat tantangan dalam pengembangan IKD, namun dengan cara mempromosikan kolaborasi multidisiplin, riset IKD dapat menjadi lebih efektif dalam mengatasi tantangan kesehatan yang kompleks dan meningkatkan kualitas kesehatan bagi masyarakat.

Prof. Setiawan

Prof. Setiawan membacakan orasi ilmiah berjudul “Transformasi Ilmu Faal untuk Rekayasa Sosial Mendukung Global Action Plan for Physical Activity”. Ia diangkat sebagai guru besar bidang Fisiologi.

Dalam orasinya Dekan Sekolah Pascasarjana tersebut menyampaikan, transformasi keilmuan harus dimulai dari individu yang mempelajari ilmu tersebut, salah satunya adalah pendidik. 

“Pendidik harus mampu menjadi role model pertama dalam proses transformasi yang akan ditularkan kepada para mahasiswa.  Transformasi keilmuan yang mengangkat konteks global ke dalam tataran praktis secara lokal perlu dilakukan bersama antara dosen dan mahasiswa sebagai sivitas akademika,” paparnya.

Usai mampu bertransformasi, proses rekayasa sosial pun dilakukan secara bertahap. Dimulai dari kelompok terdekat, yaitu masyarakat kampus.  Kampus harus dapat menjadi tempat ideal untuk penerapan inovasi dan pembumian semua aspek kebajikan.  

“Dengan kondisi kampus yang ideal, maka kampus akan dapat terus bergerak secara aktif dan penuh kepercayaan diri dalam proses rekayasa sosial di masyarakat dengan memanfaatkan kerja sama pentahelix,” jelasnya.

Prof. Yoni Fuadah Syukriani

Prof. Yoni membacakan orasi ilmiahnya yang berjudul “Tinjauan Makna dan Fungsi Kedokteran Forensik dan Medikolegal di Indonesia”. Prof. Yoni diangkat sebagai guru besar bidang Ilmu Kedokteran Forensi dan Studi Medikolegal.

Dalam orasinya Prof. Yoni memaparkan, karakter profesi kedokteran forensik sangat terbuka terhadap perkembangan sains dan teknologi, termasuk budaya kerja sama multi-inter-transdisiplin. Hal bisa membuka jalan agar ilmu kedokteran dan ilmu-ilmu lain dapat dimanfaatkan seluas-luasnya untuk kepentingan penegakan hukum dan keadilan. 

“Namun demikian, untuk menjamin peran kedokteran forensik dalam mendukung penegakan keadilan, etika dan sikap professional harus secara konsisten dipelihara, yang diimplementasikan melalui perilaku imparsial dan sikap independen,” kata Prof. Yoni.

Etika dan profesionalisme tidak dapat dijalankan oleh para profesional kedokteran forensik dan medikolegal tanpa diterapkannya etika kelembagaan pelayanan kedokteran forensik. “Hanya dengan cara tersebut, kita dapat membangun profesi kedokteran forensik Indonesia yang bermakna bagi terciptanya masyarakat yang adil dan beradab,” imbuhnya.*

Share this: